Tujuan Menuntut Ilmu dalam Islam: Bukan Sekadar Jadi Pintar
Kemarin sore, dari belakang rumah terdengar suara pengajian. Kebetulan rumah saya memang dekat dengan masjid, jadi kadang-kadang suara ustadz yang sedang mengisi kajian bisa terdengar sampai sini. Biasanya sih cuma lewat aja, tapi kali ini ada yang menarik perhatian. Ustadznya lagi bahas tentang tujuan menuntut ilmu dalam Islam.
Jujur, selama ini kalau ditanya "kenapa sih harus belajar?", jawabannya paling ya biar pintar, biar dapat pekerjaan bagus, atau biar bisa sukses. Tapi ternyata dalam Islam, tujuan menuntut ilmu itu jauh lebih dalam dari itu. Dan yang saya tangkap dari pengajian kemarin, ada tiga tujuan utama yang sangat jelas dan tegas.
Tiga Tujuan Utama Menuntut Ilmu
Ustadz waktu itu menyebutkan tiga tujuan menuntut ilmu yang seharusnya jadi pegangan kita semua:
1. Mencari Ridho Allah
Ini yang paling utama dan harus jadi fondasi. Kalau kita belajar, apapun itu ilmunya, niatnya harus karena Allah. Bukan karena mau dipuji orang, bukan karena pengen dibilang pinter, apalagi cuma buat pamer di medsos.
Masalahnya, kadang kita nggak sadar ya. Belajar keras-keras tapi ujung-ujungnya cuma pengen dibilang hebat sama orang lain. Atau belajar agama tapi niatnya biar dihormati, dikasih panggilan ustadz atau ustadzah, terus dijadikan narasumber di sana-sini. Padahal kalau niatnya udah melenceng dari ridho Allah, ilmu itu malah bisa jadi bumerang.
Contoh sederhananya gini: Ada yang belajar agama bertahun-tahun, hafal banyak dalil, tapi ujung-ujungnya cuma buat debat kusir di kolom komentar. Atau ada yang kuliah tinggi-tinggi, S2 S3 segala, tapi ilmunya dipake buat nyombong dan merendahkan orang lain. Nah, kalau udah gitu, ilmunya nggak berkah.
Makanya, setiap kali mau belajar, coba deh kita luruskan niat dulu. Tanya ke diri sendiri: "Gue belajar ini buat apa sih? Biar Allah ridho, atau biar orang lain kagum?"
2. Menghidupkan Agama Allah
Ini yang kedua. Ilmu yang kita dapat itu bukan buat ditimbun sendiri, tapi harus diamalkan dan disebarkan. Kalau kita belajar terus ilmunya cuma kita simpan sendiri, nggak dipraktekkan, nggak diajarkan ke orang lain, ya sia-sia.
Ustadz waktu itu bilang, ilmu tanpa amal itu seperti pohon tanpa buah. Kelihatannya rindang, tapi nggak ada manfaatnya. Makanya orang-orang dulu tuh belajar sambil ngajar, ngajar sambil belajar. Nggak ada tuh yang belajar bertahun-tahun terus diam aja di rumah nggak berbagi ilmu.
Dan ini nggak harus yang muluk-muluk kok. Misalnya kita belajar cara wudhu yang benar, terus kita praktekkan dan ajarin ke anak atau adik kita. Itu udah termasuk menghidupkan agama. Atau kita belajar tentang kejujuran dalam bisnis Islam, terus kita terapkan saat jualan online. Itu juga menghidupkan agama.
Yang penting, ilmu itu harus keluar dari kepala dan masuk ke kehidupan nyata. Jangan sampai kita jadi orang yang tau banyak teori tapi nol praktik.
3. Menghilangkan Kebodohan
Tujuan ketiga ini dua arah: menghilangkan kebodohan diri sendiri dan menghilangkan kebodohan orang lain.
Kebodohan diri sendiri ini banyak bentuknya. Bisa jadi kita nggak tau cara shalat yang benar, nggak paham hukum halal-haram, atau bahkan nggak kenal siapa Tuhan kita yang sebenarnya. Nah, dengan menuntut ilmu, kita pelan-pelan keluar dari kegelapan kebodohan ini.
Terus kebodohan orang lain juga tanggung jawab kita untuk bantu hilangkan. Kalau kita udah tau, kenapa diem aja? Lihat tetangga kita salah shalat, ya kita betulin dengan cara yang baik. Lihat temen kita terjerumus ajaran sesat, ya kita kasih pencerahan.
Hati-hati: Tapi ingat, menghilangkan kebodohan orang lain bukan berarti kita jadi sok tau atau menggurui dengan cara yang menyebalkan. Caranya harus dengan hikmah, lemah lembut, dan yang paling penting: kita sendiri harus praktek dulu apa yang kita ajarkan.
Ngaji Itu Ngatur Jiwo
Ada istilah menarik yang sempet viral di kalangan muslimin: "Ngaji itu ngatur jiwo" (mengatur jiwa). Awalnya kayaknya cuma main-main kata aja ya, tapi ternyata dalem banget maknanya.
Coba deh kita pikir, berapa banyak orang yang jiwanya berantakan? Gampang stress, gampang marah, gampang putus asa, gampang iri, gampang dengki. Kenapa? Ya karena jiwa nggak diatur. Nggak ada guideline-nya. Hidupnya cuma ngikutin nafsu dan ego.
Nah, kalau kita ngaji (dalam artian luas: belajar Al-Quran, hadits, fiqih, akhlak), sebenarnya kita sedang belajar mengatur jiwa kita biar sesuai dengan tuntunan Allah. Kita diajarin untuk sabar, ikhlas, rendah hati, jujur, dan sifat-sifat baik lainnya.
Makanya orang yang rutin ngaji biasanya lebih tenang jiwanya. Bukan berarti hidupnya tanpa masalah, tapi cara dia menghadapi masalah itu beda. Ada ketenangan, ada kesabaran, ada kepasrahan yang positif kepada Allah.
Yang Lebih Utama: Ilmu Agama atau Ilmu Dunia?
Ini pertanyaan klasik yang sering bikin galau. Mending belajar agama atau belajar ilmu umum? Mending jadi ustadz atau jadi insinyur? Mending masuk pesantren atau kuliah di universitas negeri?
Jawabannya sebenarnya udah jelas: ilmu agama lebih utama. Kenapa?
- Ilmu agama menyelamatkan kita di akhirat. Ini yang paling penting. Hidup di dunia cuma sebentar, tapi di akhirat itu kekal abadi. Kalau kita nggak punya ilmu agama, bisa-bisa ibadah kita salah, akidah kita menyimpang, dan ujung-ujungnya celaka di akhirat.
- Ilmu agama adalah warisan para nabi. Ada hadits yang mengatakan bahwa ulama adalah pewaris para nabi. Para nabi nggak ninggalin harta, tapi ninggalin ilmu. Jadi kalau kita belajar ilmu agama, kita sebenarnya nerima warisan dari Nabi Muhammad SAW.
- Ilmu agama pahalanya terus mengalir. Ini yang namanya amal jariyah. Setiap orang yang kita ajarin, terus dia ngajarin orang lain lagi, kita dapat pahalanya. Bahkan setelah kita mati, pahalanya masih terus ngalir.
Tapi tunggu dulu, bukan berarti ilmu dunia nggak penting loh! Justru Islam mendorong umatnya untuk menguasai sains dan teknologi. Dokter, insinyur, guru, programmer, semuanya penting. Bahkan ada yang namanya fardhu kifayah - kalau nggak ada yang jadi dokter misalnya, seluruh umat bisa kena dosa.
Yang penting adalah prioritasnya gimana. Ilmu agama yang wajib (fardhu ain) seperti cara shalat, puasa, akidah dasar - ini harus dipelajari oleh setiap muslim. Nggak bisa ditawar. Setelah itu baru kita belajar ilmu dunia sesuai kebutuhan dan minat kita.
Yang ideal itu ya menguasai keduanya: kuat agamanya, pintar juga di dunianya. Seperti para ulama dulu yang juga ahli sains, kayak Ibnu Sina (kedokteran), Al-Khawarizmi (matematika), Al-Biruni (astronomi), dan banyak lagi.
Hati-Hati dengan Dalil yang Nggak Shahih
Oh iya, ada satu hal penting yang perlu saya sampaikan. Mungkin kalian pernah denger hadits: "Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina." Ini hadits yang sangat populer dan sering dikutip orang untuk memotivasi semangat belajar.
Tapi ternyata, hadits ini statusnya bermasalah. Mayoritas ulama seperti Imam Ibnu Hibban, as-Suyuthi, dan Ibnul Jauzi menilai hadits ini sebagai dhaif (lemah) bahkan maudhu' (palsu). Sanadnya (rantai periwayatannya) ada masalah dan nggak bisa dipertanggungjawabkan.
Pelajaran penting: Jangan asal nyebar hadits atau dalil tanpa cek dulu keshahihannya. Ini berkaitan dengan ucapan Rasulullah SAW, jadi harus bener-bener hati-hati. Kalau nggak tau, lebih baik tanya dulu ke ustadz atau cari referensi yang terpercaya.
Meskipun haditsnya nggak shahih, tapi maknanya tetap benar kok. Islam memang mendorong kita untuk bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu, sejauh dan sesusah apapun itu. Cuma ya jangan pakai hadits ini sebagai dalil, tapi gunakan hadits-hadits shahih lain yang banyak sekali jumlahnya tentang keutamaan menuntut ilmu.
Kesimpulan: Belajar Bukan Cuma Biar Pintar
Jadi, setelah dengerin pengajian kemarin dan merenung lebih dalam, saya jadi sadar bahwa menuntut ilmu dalam Islam itu bukan cuma soal jadi pintar atau sukses duniawi. Ada tujuan yang lebih besar dan lebih mulia:
- Mencari ridho Allah - Niat kita harus benar dari awal
- Menghidupkan agama Allah - Ilmu harus diamalkan dan disebarkan
- Menghilangkan kebodohan - Untuk diri sendiri dan orang lain
Ketiga tujuan ini saling berkaitan. Dimulai dari niat yang benar (ridho Allah), diwujudkan dalam aksi nyata (menghidupkan agama), dan menghasilkan perubahan (menghilangkan kebodohan). Kalau salah satu hilang, menuntut ilmu kita jadi nggak sempurna.
Yang penting juga, kita harus prioritaskan ilmu agama sebagai fondasi. Setelah itu baru ilmu dunia. Jangan sampai terbalik: pintar banget urusan dunia tapi buta soal agama. Itu bahaya.
Dan yang terakhir, selalu cek keshahihan dalil sebelum menyebarkannya. Ini tanggung jawab kita sebagai muslim yang berilmu.
Alhamdulillah, berkat kebetulan denger pengajian dari belakang rumah kemarin, saya jadi belajar banyak hal. Semoga kita semua bisa menjadi penuntut ilmu yang benar: niatnya karena Allah, ilmunya diamalkan, dan bermanfaat untuk sesama. Aamiin.
Catatan: Artikel ini ditulis berdasarkan pemahaman pribadi dari berbagai sumber. Jika ada kesalahan, mohon koreksinya. Wallahu a'lam bishawab.
Komentar
Posting Komentar